Pengertian,
fungsi dan tujuan Agama.
Agama adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi
Manusia tanpa manusia agama bukan berarti apa-apa, karena Agama memang
ditujukan bagi manusia. Pengertian Agama berasal dari bahasa sansekerta.
Menurut pengertian umat hindu penganut madzhab siwa, kata agama yang
dipergunakan dalam bahasa Indonesia sebagai istilah kerohanian, berasal dari
kata Gam yang berarti pergi, Gam diberi awalan “A” yang berarti Agam berarti
kebalikan dari pergi yang artinya datang, dan diberi akhiran “A” menjadi agama
dengan arti kedatangan.
Sementara itu ada juga penulis yang mengartikan bahwa
agama menurut bahasa sansekerta terdiri dari dua kata “A” dan “Gama”, A yang
berarti tidak dan Gama yang berarti kacau balau, jadi agama mempunyai arti
tidak kacau balau (teratur).Bila agama itu disalin ke dalam bahasa arab yang
berarti al-Din atau al-millah, ia dapat bermakna adat kebiasaan, tingkah laku, patuh,
hokum, aturan, dan pikiran.Orang barat menggunakan kata agama dengan sebutan
Religion yang biasanya digunakan untuk kepentingan tertentu dari umat manusia
yang merupakan unsure pokok bagi kehidupan manusia di seluruh dunia. Pengertiannya adalah
hubungan yang tetap antara manusia dengan yang bukan manusia. Sementara itu
definisi mutlak dari agama dalam wacananya agak mengalami kesulitan tersendiri,
bahkan hampir mustahil untuk dapat mendefinisikan agama yang bias
diterima atau disepakati semua kalangan. Untuk itu setidaknya ada
tiga cara pendekatan yaitu segi fungsi, institusi, dan subtansi.
Para
ahli sejarah, cenderung mendefinisikan agama sebagai suatu institusi historis.
Para ahli di bidang sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari
sudut fungsi sosialnya. Pakar teologi, fenomenologi, dan sejarah agama melihat
agama dari aspek substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral. Pada
hakikatnya ketiga pendekatan itu tidak saling bertentangan, melainkan saling
melenyempurnakan dan melengkapi, khususnya jika menginginkan agar pluralism
agama didefinisikan sesuai kenyatan objektif di lapangan. Sementara
itu fungsi dan tujuan dari agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat
membimbing Manusia yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat “kehidupan selanjutnya”.
Agama
mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan
kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakan sekitarnya, selain itu sebagai
pembuka jalan kepada sang Pencipta manusia. Tuhan yang Maha Esa ketika telah
mati. Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak dapat diubah
meskipun masyarakat telah menerima itu berubah dalam struktur dan
cara berfikirnya
B. Dimensi (unsur-unsur)
Agama.
Dimensi
Agama yang telah dikonsepsikan manusia adalah: adanya kepercayaan kepada Sang
Pencipta, Adanya wahyu asli, dogma teologi, yakin tentang adanya supranatural,
adanya proses evolusi.
C. Kebutuhan manusia terhadap agama.
Kita mungkin telah
dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan oleh agama
dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan kekecewaan pada
manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu juga kita telah
merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi
manusia.
Barangkali kita juga
telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita peluk
sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama tersebut. Dalam
menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang
mengharuskan garis batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita
telah dapat memandang agama-agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh
manusia yang hidup, yaitu orang-orang yang juga mempertanyakan berbagai masalah
dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga mencari hidup yang lebih luhur
terhadap agamanya.
Agama mengambil bagian
pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup. Agama merayakan
kelahiran, menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan perkawinan,
serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini menuju
kehidupan yang akan datang. Bagi juataan manusia, agama berada dalam kehidupan
mereka pada saat-saat yang paling khusus maupun pada saat-saat yang paling
mengerikan . agama juga memberikan jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan kita. Adakah kekuatan tertinggi lain
yang mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kita? Bagaimanakah
kehidupan dimulai? Apa arti semuanya ini? Mengapa orang menderita? Apa yang
terjadi terhadap diri kita apabila kita telah mati?
Mengingat hal demikian
wajarlah jika agama menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia, karenanya ia mampu
memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya kehidupan yang
diinginkan manusia. Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat
penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
·
Karena agama merupakan
sumber moral
·
Karena agama merupakan
petunjuk kebenaran
·
Karena
agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
·
Karena
agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di
kala
duka.
Manusia
sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta
tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
“Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu
pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang
mensyukurinya.“
Dalam keadaan yang
demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan
rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam
diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
·
Godaan
dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak
Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah
ataukebaikan.
·
Godaan
dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut
istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang
berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak fungsi
agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan
menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
D. Fungsi Agama
· Memberi
pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia
sentiasanya memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga
kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya
sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama
Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).
· Menjawab
berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia
Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan
pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan
kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia,
pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka,
agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.
· Memberi
rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena
sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama,
melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
· Memainkan
fungsi peranan sosial.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam
ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib
dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan
sosial.[2]
Dari segi pragmatisme,
seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi
kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi
dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain diantaranya:
-
Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya
manusia.
Agama dikatankan
memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan
mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam
dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia
manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam
menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap
manusia harus menaati Allah SWT
-
Menjawab berbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia
.Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan
soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan
kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah
perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
Agama merupakan satu
faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama
menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku,
pandangan dunia dan nilai yang sama.
Kebanyakan agama di dunia adalah mengarah kepada kebaikan. Dalam
ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib
dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan
sosia
1. Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis,
pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif
atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat
negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah
(desintegrative factor).
Pembahasan tentang
fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor
integratif dan sekaligus disintegratif bagi
masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor
integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan
bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung
bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
2. Fungsi
Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan
sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu
masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai
kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi
suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Dalam sebuah lingkungan masyarakat,
setiap individu memiliki suatu kepercayaan atau biasa disebut agama yang mereka
anut. Ragamnya bermacam-macam dan di Indonesia sendiri hanya 5 agama yang bisa
kita katakan ‘di ijinkan’ oleh setiap warga negaranya untuk di anut. Terlepas
dari seberapa banyaknya orang menganut suatu kepercayaan, ada baiknya kita
telaah sedikit mengenai arti dari kata ‘agama’ itu sendiri.
Agama, yang asalnya dari bahasa
sansekertera berarti tradisi sedangkan kata lain yang bisa menggambarkan arti
dari kata ‘agama’ adalah religi yang berasal dari bahasa latin ‘religio’ dan
berakar pada kata kerja ‘re-ligare’ yang berarti mengikat diri dan dari semua
kata lain yang tadi disebutkan, semuanya bermaknakan akan pengikatan diri kita
kepada Tuhan YME.
Ada beberapa alasan mengapa agama
sangat dibutuhkan oleh manusia:
- Karena agama merupakan sumber
moral
- Karena agama merupakan petunjuk
kebenaran
- Karena agama merupakan
informasi tentang masalah metafisika
- Karena agama memberikan
bimbingan rohani manusia baik dikala suka, maupun dikala duka
Setiap individu yang beragama,
meskipun berbeda keyakinan namun pada dasarnya hakikat setiap agama itu sama,
yaitu setiap agama merupakan jawaban dari segala masalah yang entah itu ringan
atau berat yang tidak bisa mereka tanggung atau mereka pecahkan sehingga hanya
dengan berdoa kepada Tuhan yang mereka anut yang bisa mereka lakukan selama
mereka tetap taat dalam menjalankan ibadahnya serta tidak melupakanNya.
Keterkaitan agama dengan masyarakat
dapat dikategorikan kedalam 3 tipe meskipun tidak secara keseluruhan:
- Masyarakat yang terbelakang dan
nilai-nilai sakral: Tipe ini menggambarkan sekelompok orang yang menganut
kepercayaan serta kelompok agama yang sama sehingga tipe ini disebut
sebagai tipe yang kecil, terisolasi dan terbelakang
- Masyarakat pra-industri yang
sedang berkembang: Tipe yang lebih baik dari tipe sebelumnya. Terlihat
dari berbagai macam acara atau upacara dalam merayakan suatu acara
keagamaan serta adanya perkembangan teknologi yang mendominasi ketimbang
tipe pertama serta jauh dari kesan terisolasi
- Masyarakat-masyarakat industri
sekular: Tipe ini mencirikan masyarakat industri yang semakin tinggi dalam
bidang teknologi sehingga watak masyarakat sekular menurut Roland
Robertson (1984) tidak terlalu mementingkan agama, misalnya pemikiran
agama, praktek agama, serta kebiasaan-kebiasaan agama yang seharusnya
selalu dilakukan kini peranannya mulai berkurang
Namun terlepas dari hubungan antara
agama dan masyarakat yang memang tidak bisa dilepaskan begitu saja, agama bisa
menjadi faktor konflik yang sering terjadi dikalangan masyarakat. Disatu sisi,
agama yang dianutnya merupakan keyakinan yang bermoral sedangkan disatu sisi
yang tidak menganut keyakinannya menganggap keyakinannya menjadi sumber
konflik. John Effendi menyatakan bahwa agama pada satu waktu mampu
memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persaudaraan serta
persatuan, namun pada satu waktu yang lain agama bisa menjadi sesuatu yang
menyebabkan konflik, bahkan tak jarang, seperti yang dicatat dalam sejarah,
dapat menimbulkan peperangan.
Fakta yang terjadi dalam masyarakat
adalah ‘Masyarakat’ menjadi media yang paling sering dijadikan tempat untuk
menyebarkan berbagai macam konflik dan salah satunya adalah agama.
Dimensi
Komitmen Agama
- Dimensi Keyakinan mengandung
perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan
teologis tertentu, yakni ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran
tertentu.
- Praktek agama mencakup
perbuatan-perbuatan, yaitu perbuatan memuja dan berbakti
untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Hal ini berketerkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan
mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik, dan relatif
spontan.
- Dimensi pengalaman menghitung
fakta semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yakni orang yang
benar-benar religius pada suatu akan mencapai pengetahuan yang langsung
dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu
perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
- Dimensi pengetahuan ini
dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan
memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara
keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
- Dimensi pengetahuan dari komitmen religius berbeda
dengan tingkah laku perseorang dan pembentukan jati dirinya.
Keterketerkaitan Agama dan Masyarakat
Keterkaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agamanya para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama
merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang
diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya,
dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman
keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat
yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat
penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada
hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Contoh kasus akibat tidak
terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana
bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan
oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman
dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya
consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang
bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan
kelompok.
Penjelasan yang bagaimanapun adanya
tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek
sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan kepercayaan serta berbagai
prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan pada saat ini senantiasa
ditemukan dalam setiap masyarakat manusia. Karena itu segera lahir pertanyaan
tentang bagaimana seharusnya dari sudut pandang sosiologis.
Dalam pandangan sosiologi, perhatian
utama terhadap agama adalah pada fungsinya terhadap masyarakat. Istilah fungsi
seperti kita ketahui, menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama, atau
lembaga sosial yang lain, untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat sebagai
usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian
kita adalah peranan yang telah ada dan yang masihdimainkan.Emile Durkheim
sebagai sosiolog besar telah memberikan gambaran tentang fungsi agama dalam
masyarakat. Dia berkesimpulan bahwa sarana-sarana keagamaan adalah
lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan
berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan
fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban
sosial.
Agama telah dicirikan sebagai
pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime; sebagai sejumlah besar
moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu; sebagai
sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Sebenarnya lembaga
keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting tertentu,
menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang dalam transendensinya,
mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan
sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi
manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.
Agama di Indonesia, mengambil
peranan penting dalam membentuk masyarakat sipil, khususnya sebagai masyarakat
politik. Perkembangan masyarakat sipil ini ternyata lebih cepat dari pada
perkembangan masyarakat ekonomi. Sebagai dampaknya, peranan negara lebih
menonjol dan justru mengambil peran sebagai agen perubahan sosial yang
berdampak terbentuknya masyarakat sipil, dari arti mencakup masyarakat politik
maupun ekonomi.
Kecenderungan yang dominan di
Indonesia adalah idealisasi negara, sebagai wadah nilai-nilai tertinggi.
Perjuangan organisasi-organisasi keamanan ikut mendorong terbentuknya
Negara-Ideal, atau Negara-Integralistik sebagai kompromi dari konflik antara
sekularisme dan teokrasi. Dalam Negara-Ideal tersebut, agama dicegah untuk
dominan dalam mewarnai corak negara, tetapi diberi kesempatan untuk masuk dan
membentuk nilai-nilai ideal itu ke dalam wadah negara.
Namun, kecenderungan idealistik dan
integralistik bisa memarginalkan peranan agama. Marginalisasi agama berarti
pengeringan sumber-sumber nilai. Karena itu nilai-nilai keagamaan perlu
dikembangkan dengan memperkuat masyarakat sipil, sebagai benteng (bastion)
kepentingan-kepentingan dan aspirasi masyarakat, termasuk masyarakat agama,
yang kedudukannya cukup dominan dalam masyarakat Indonesia.