RAGAM BAHASA DI ACEH
Aceh sebagai provinsi paling barat di wilayah
Indoneisa, menyimpan ragam dan kekayaaan budaya. Perlu diketahui bahwa sejak
2009 provinsi ini bernama propinsi ‘Aceh’ saja dari sebelumnya dengan beragam
nama; Aceh Darussalam (1511-1959), Daerah Istimewa Aceh (1959-2001), Nanggroe
Aceh Darussalam (2001-2009). Meski namanya ‘Aceh;, namun suku yang mendiami
provinsi bukan hanya suku Aceh saja. Di Aceh terdapat 13 suku. Masing-masing
suku memiliki satu bahasa daerahnya tersendiri. Otomatis jumlah bahasa daerah
juga berjumlah 13 bahasa, yaitu; bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas,
Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon, dan Nias.
Perlu saya garisbawahi bahwa bahasa daerah Aceh bukan berarti bahasa Aceh. Bahasa daerah Aceh adalah sekumpulan bahasa daerah yang dipakai oleh masyarakat di propinsi Aceh, apapun sukunya, apapun bahasanya, termasuk di dalamnya bahasa Aceh. Jadi, bahasa Aceh adalah bagian dari bahasa daerah Aceh.
Perlu saya garisbawahi bahwa bahasa daerah Aceh bukan berarti bahasa Aceh. Bahasa daerah Aceh adalah sekumpulan bahasa daerah yang dipakai oleh masyarakat di propinsi Aceh, apapun sukunya, apapun bahasanya, termasuk di dalamnya bahasa Aceh. Jadi, bahasa Aceh adalah bagian dari bahasa daerah Aceh.
Apa sajakah ragam bahasa yang ada di Aceh?
1.
Bahasa Aceh
Bahasa Aceh merupakan bahasa yang memiliki
penutur paling banyak dengan wilayah sebaran paling luas dibandingkan bahasa
daerah Aceh lainnya. Bahasa Aceh digunakan oleh masyarakat suku Aceh, meski ada
juga dipakai atau dimengerti oleh suku lainnya di Aceh. Ini disebabkan karena
bahasa Aceh dijadikan sebagai lambang kebanggan masyarakat Aceh. Bahasa Aceh
ini sendiri memiliki banyak perbedaan dari segi pengucapan, kata, dan dialek,
berdasarkan masing-masing kabupaten. Untuk bahasa Aceh kawasan pantai barat
selatan yang mencakup beberapa kabupaten di kawasan itu menggunakan bahasa yang
hampir seragam, yaitu pengucapan ‘r’ yang tidak begitu kentara dengan dialek
yang agak mendayu-dayu. Bahasa Aceh di kabupaten Aceh Besar lain lagi. Meski memiliki
kemiripan dengan kawasan pantai barat selatan dalam hal pengucapan ‘r’ yang
tidak begitu kentara, namun dialek bahasa Aceh-nya Aceh Besar sangat bertolak
belakang dengan dialek di kawasan barat selatan. Untuk penduduk Aceh Besar asli
yang tinggal di perkampungan semisal Leupung atau Lhoong, bahasa Aceh-nya
justru lebih sulit dimengerti. Setidaknya begitulah pengalaman saya ketika
berkunjung ke kedua desa itu dan berbincang dengan orang-orang tua di situ.
Bagaimana dengan bahasa Aceh di kabupaten lainnya? Sama juga, berbeda dalam hal
dialek dan pengucapan beberapa kosakata. Bahasa Aceh di Pidie berbeda dengan
Bireuen atau Lhokseumawe meski mereka sama-sama di kawasan pantai utara Aceh.
Begitu juga Aceh Timur yang dan beberapa kabupaten di kawasan pantai timur.
Jika mendengar seseorang berbicara dalam
bahasa Aceh dengan logat tertentu, biasanya orang Aceh akan bisa menebak dia
berasal dari Aceh sebelah mana. Dan, meskipun terdapat banyak perbedaaan dalam
satu bahasa ini, tidak sekalipun terjadi perpecahan atau perdebatan tentang
mana bahasa Aceh yang benar atau yang salah. Tidak ada yang benar dan tidak ada
yang salah. Semua perbedaan itu adalah kekayaan budaya bangsa ini.
2.
Bahasa Jamee
Bahasa ini dituturkan oleh masyarakat di
kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, sebagian kecil Aceh Barat, Simeulue
dan Singkil. Bahasa Jamee menjadi bahasa pengantar utama di kota Tapaktuan,
yaitu ibukota Kabupaten Aceh Selatan. Bahasa Jamee mirip dengan bahasa
Minangkabau. Jamee dalam bahasa Aceh berarti tamu. Konon, penutur asli bahasa
Jamee yang berdiam di kota tapaktuan, kecamatan Kluet Selatan dan Labuhan Haji
adalah pendatang dari Sumatera Barat. Ketika terjadi perang paderi di Sumatera
Barat, para pejuang paderi mulai kewalahan oleh serangan kolonial Belanda. Kerajaan
Aceh membantu perang paderi ini. Ketika keadaan semakin tidak membaik, sebagian
rakyat Sumatera Barat diungsikan ke daerah selatan Aceh. Bertahun-tahun
kemudian hidup di Aceh, mereka mulai beradaptasi dengan kebudayaan setempat
termasuk dalam hal bahasa. Bahasa Minangkabau telah berasimilasi dengan daerah
setempat sehingga saat ini terdengar sedikit berbeda, terutama dari segi
dialek, vokal, dan konsonan.
3.
Bahasa Singkil
Bahasa ini memiliki penutur di Kota Subulussalam dan Kabupaten Singkil dan masih
merupakan kelompok bahasa-bahasa Batak di Sumatera Utara. Termasuk ke dalam
kelompok ini tiga bahasa lainnya yang akan saya tulis, yaitu bahasa Gayo,
Kluet, dan Pakpak. Bahasanya sedikit mirip dengan bahasa Pakpak namun
masyarakat Singkil menolak jika bahasa Singkil dikatakan sebagai bahasa Pakpak.
Meskipun terdapat sedikit perselisihan masalah bahasa, hal ini tidak menjadi
suatu perpecahan di antara masyarakat di dua kabupaten tersebut. Sejak dulu
sampai hari ini, masyarakat Singkil hidup rukun dan damai.
4.
Bahasa Gayo
Bahasa Gayo memiliki penutur di kabupaten
Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan sebagian Aceh Tenggara. Seperti
halnya bahasa Aceh, bahasa Gayo juga memiliki beberapa perbedaan dialek dan
kosakata sehingga membedakannya dalam beberapa bentuk bahasa gayo antara lain;
Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop, dan Kalul.
Bahasa ini diyakini sebagai suatu bahasa yang
erat kaitannya dengan bahasa Melayu kuno, meskipun kini cukup banyak kosakata
bahasa Gayo yang telah bercampur dengan bahasa Aceh. Bahasa Gayo merupakan
bahasa ibu bagi masyarakat Aceh yang mendiami kabupaten Aceh Tengah, sebahagian
kecil wilayah Aceh Tenggara, dan wilayah Lokop di kabupaten Aceh Timur. Bagi
kebanyakan orang di luar masyarakat Gayo, bahasa ini mengingatkan mereka akan
alunan-alunan merdu dari syair-syair kesenian didong.
5.
Bahasa Kluet
Bahasa Kluet atau Kluwat juga termasuk dalam kelompok bahasa-bahasa
Gayo. Pada kenyataannya, ada beberapa kata dalam bahasa Kluet yang mirip dengan
bahasa Gayo. Bahasa ini hanya terdapat di beberapa daerah di Kabupaten Aceh
Selatan. Kecamata-kecamatan dengan bahasa Kluet sebagai bahasa pengantar yang
dominan ditandai dengan nama awal kecamatan memakai kata Kluet, seperti Kluet
Utara, Kluet Selatan, Kluet Timur, dan Kluet Tengah. Bahasa Kluet memiliki tiga
dialek yaitu Manggamat, Krueng Kluet, dan Paya Dapur.
6.
Bahasa Tamiang
Bahasa Tamiang memiliki penutur di kabupaten Aceh Taming. Kabupaten ini
berbatasan langsung dengan propinsi Sumatera Utara. Bahasa ini Tamiang mirip
seperti bahasa melayu.
Misalnya,
sejumlah bahasa Tamiang ditandai dengan [gh] pada pelafalan fonem [r]. Contoh:
kata orang dilafalkan
dengan oghang. Sedangkan huruf [t] sering diucapkan
menjadi [c]. Contoh: kata tiada dilafalkan ciade.
HULU HILIR INDONESIA
*
hapo/hape = siapa
*
oreng = orang
*
tadha' = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Melayu Pontianak)
*
dhimma (baca : dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau)
*
tanya = sama dengan tanya
*
cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau)
*
onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh)
7.
Bahasa Alas
Memiliki penutur di daerah Kutacane. Memiliki
tiga dialek yaitu dialek Alas, dialek Kluet,dan dialek Singkil.
Bahasa ini
kedengarannya lebih mirip dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat etnis
Karo di Sumatera Utara. Masyarakat yang mendiami kabupaten Aceh Tenggara, di
sepanjang wilayah kaki gunung Leuser, dan penduduk di sekitar hulu sungai
Singkil di kabupaten Singkil, merupakan masyarakat penutur asli dari bahasa
Alas. Penduduk kabupaten Aceh Tenggara yang menggunakan bahasa ini adalah
mereka yang berdomisili di lima kecamatan, yaitu kecamatan Lawe Sigala-gala,
Lawe Alas, Bambel, Babussalam, dan Bandar.
Contoh Kamus Bahasa Alas-Indonesia
adepen hadapan
ajang mempunyai; ktk. mpung
amak tikar;
amé ibu; amé
sentue mertua perempuan;
ampuh banjir;
antat hantar,
kirim;
babah mulut;
babe bawa;
bagas 1) (di) dalam; 2) di, dalam, pada;
3) (m)bagas, dalam;
bagé seperti; mepale
bagé, bermacam-macam;
bambang ktk.
tali
bamu kepadamu; ktk.
bang
bane 1)
kepadanya, kepada mereka; ktk. bang; 2) bane
kampil tempat sirih
bang untuk,
bagi, kepada, (ktk. bangku, bamu, bane, bante);
bèdih ktk. hadih
bégang rebus;
begèdi begitu
begènde begini; aku
suke rumah si begènde, saya suka rumah sejenis ini
bekas terletak,
berbaring
békih rusa;
cabin selimut;
caér 1) hancur; 2) cair
calus lepas
celandung pelangi;
celigen lindung; iye
celigen ni teruhen batang kayu, dia melindung dirinya di bawah pohon-pohon
cemak kotor;
cengkah pincang;
ceras bajak;
cereme terselam;
dawak sarung; medawak,
bersarung, memakai sarung
dawan jamur;
daye jual;
duruk sorong
durung sj.
jaring;
gane menghasil; gemane,
tanya diri;
garam cari; segaramen,
mencari saling
(me)gare merah;
garu gores, cakar
gawer lempar; gawerken, gaweri,
gong pasang
gòrbak prahoto; mòtòr gòrbak,
hambin hanya,
sahaja; pelin hamin, id.; ktk. hamin;
aku lòt
kumiliki sebuah lembu hambin,
saya mempunyai seekor sapi saja
hamin ktk. hambin; kalak
di pelin hamin metòh, hanya orang itu saja tahu
hande sini; ni
hande, di sini; hande ari, bènde, ke sini;
hanjung kamar
ujung
hidang layan, hidang
hijòu hijau, biru
hòrmat hormat; ngehòrmati;
menghormati;
hòye bukan; rumah
cut ènde hòye rumahku, rumah kecil ini bukan rumah saya
idah lihat; ktk. ngidah;
*kita; juga. lihat kidah, kelihatan; made teridah,
tidak terlihat
igung hidung;
ikan ikan; ikan
yu, ikan yu
ikut ikut
ilat-ilat palsu,
tidak jujur;
iluh air mata; teriluh, menangis
jeningkes bungkusan
jep tiap-tiap, setiap;
jerang tanak,
masak; jerangken, masakkan; jenerang, nasi
kacip kala; kecip
gelong, kala jengking;
kaé apa; kaé; ktk. sekai; kaé
hal kakemu?, apa hal kakakmu?
kaékane mengapa; ktk. kunekane; kaékane
kau made pòt ròh be besekep?,
kenapa kamu tidak mau datang ke
bioskop?
kaharung leher;
kake kakak
perempuan;
kalak orang,
manusia; ktk. jéme; kalak (di), kalalè,
mereka;
kale dahulu,
dulu
lawang dlm bunge lawang, cengkeh;
lawé air, sungai; lawé matang,
air tawar; lawéi, mengairkan;
lawi ekor;
layer layar; melayar, berlayar
lebé dahulu;
lébou kura-kura;
lelawah labah-labah;
matewari matahari;
mawas orang utan/ mawas;
mbué ktk. (m)buwé
mbun awan;
mde dlm mde
nenge, belum;
-me -lah
medem tidur; ktk. pedem
mégap timbul;
KB mulgap
nadi henti; penadin,
perhentian; pengadin
naé lagi;
nahan nanti; bòn
nahan,nanti sore
nahang ringan;
nakal nakal
nakan nasi;
nasi lembek
naktak terjatuh
naleng lalat; laneng;
nali tali
òrti arti; ngòrti,
mengertikan
pade pada; pade
sewari, pada suatu hari
padel bodoh
pagé padi
panas keringat;
pandé pandai,
tukang; pandé besi, tukang besi; pandé mas, tukang emas
pangan makan; ktk. mangan; pemangan,
makanan
pangur pisau
belati
pantas cepat,
laju;
ridi mandi;
rimbe hutan; rimbe
belantare, hutan rimba
rimò harimau,
macan; ktk. harimòu
ròh datang; ngeròhi,
mengunjungi; keròhen, kunjungan; aku sikel ngeròhi
negerinegeri
si lain, saya mau mengunjungi daerah-daerah
yang lain; kòta-kòta si aku ròhi
mbué kalihen, kota-kota yang saya kunjungi banyak
sekali; setuhune lòt rahasie bagas
keròhen kalak èdi, sesungguhnya ada
rahasia dalam kunjungan orang itu
8.
Bahasa Devayan, bahasa Sigulai dan bahasa Lekon
Ketiga bahasa ini terdapat pulau Simeulu.
Bahasa Devayan merupakan bahasa daerah suku Devayan sementara bahasa Sigulai
merupakan bahasa suku Sigulai. Terakhir bahasa lekon hanya terdapat di satu
kecamatan yang ada di Pulau Simeulu, yaitu Kecamatan Alafan.
9.
Bahasa Pakpak
Bahasa ini memiliki penutur di kabupaten
Singkil. Sebenarnya bahasa Pakpak aslinya adalah bahasa dari propinsi Sumatera
Utara, hanya saja karena Singkil termasuk salah satu kabupaten yang berbatasan
dengan propinsi Sumatera Utara, terjadilah asimilasi antara kedua daerah ini.
Propinsi Aceh tetap menetapkan bahasa Pakpak ini sebagai bagian dari bahasa
daerah Aceh.
10.
Bahasa Haloban
Bahasa Haloban mirip dengan bahasa Devayan di
Pulau Simeulu, tetapi penuturnya ada di Pulau Banyak, Kabupaten Singkil.
11.
Bahasa Nias
Sama seperti Pakpak, bahasa Nias juga
merupakan bahasa dari daerah Sumatera Utara, tepanya di Pulau Nias, namun masih
termasuk dalam bahasa daerah Aceh karena dituturkan oleh sebagian kecil
penduduk di Kabupaten Singkil dan Pulau Banyak.
Ternyata cukup beragam bukan bahasa-bahasa
yang ada di Aceh? Meski demikian, masyarakat Aceh tetap hidup rukun dan damai
dengan semua keragamam yang dimiliki, termasuk keragaman bahasa.
12.
Bahasa Simeulue
Bahasa Simeulue adalah salah satu bahasa
daerah Aceh yang merupakan bahasa ibu bagi masyarakat di pulau Simeulue dengan
jumlah penuturnya sekitar 60.000 orang. Dalam penelitian Morfologi Nomina
Bahasa Simeulue, menemukan bahwa kesamaan nama pulau dan bahasa ini telah
menimbulkan salah pengertian bagi kebanyakan masyarakat Aceh di luar pulau
Simeulue: mereka menganggap bahwa di pulau Simeulue hanya terdapat satu bahasa
daerah, yakni bahasa Simeulue. Padahal di kabupaten Simeulue kita jumpai tiga
bahasa daerah, yaitu bahasa Simeulue, bahasa Sigulai (atau disebut juga bahasa Lamamek),
dan bahasa Devayan. Ada perbedaan pendapat di kalangan para peneliti bahasa
tentang jumlah bahasa di pulau Simeulue. misalnya, mengatakan bahwa di pulau
Simeulue hanya ada satu bahasa, yaitu bahasa Simeulue. Akan tetapi bahasa ini
memiliki dua dialek, yaitu dialek Devayan yang digunakan di wilayah kecamatan
Simeulue Timur, Simeulue Tengah dan di kecamatan Tepah Selatan, serta dialek
Sigulai yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kecataman Simeulue Barat dan
kecamatan Salang.
Ragam Dialek Bahasa Aceh
1. Dialek Idi, Perlak (Aceh Timur), Aceh
Rayeuk (Aceh Besar dan Banda Aceh), Meulaboh (Aceh Barat dan Abdaya), dan Aneuk
Jamee (Aceh Selatan) dalam pelafalan dan pengucapan bunyi huruf (r) menggunakan
(r) halus atau pepet. Sementara pengucapan bunyi huruf lainnya sama dengan
dialek bahasa Aceh daerah lain. Hanya terdapat perbedaan yang mencolok dari
segi intonasi dan pola kalimat.
Namun, perlu diketahui bahwa ragam dialek Aceh
Rayeuk sangat tampak perbedaannya dengan dialek bahasa Aceh daerah lain. Terutama
sekali pada pengucapan bunyi (e), (o), (r), dan pengucapan konsonan ganda (ts),
contoh: (selasa) diucapkan (tselatsa), dan (baro sa) diucapkan (baro tsa).
Sedangkan dialek Idi, Perlak, Meulaboh, dan
Aneuk Jamee lebih dominan terdapat perbedaan pada pengucapan huruf (r) dan pola
kalimat, jika dibandingkan dengan dialek daerah lainnya.
2. Dialek pasai/Pasee terdengar lebih terasa
dan sangat kental. Jika dalam dialek Peusangan menggunakan kata (lon), maka
dialek Pasee adalah (long). Jika dalam dialek Peusangan dan Pidie mengucapkan
kata (peu), maka dialek Pasee adalah (pue).
3. Dialek Lhokseumawe lebih lembut dalam
pengucapan bunyi-bunyi bahasa dibandingkan dengan dialek lainnya.
4. Dialek Langsa dan Aceh Tamiang hampir
mirip.
Demikianlah beberapa ragam dialek yang
terdapat dalam bahasa Aceh yang penulis paparkan dalam tulisan ini. Berhubung
sangat terbatasnya referensi. Untuk memahami lebih jelas mengenai perpedaan
antar dialek dalam bahasa Aceh kiranya perlu untuk dilakukan penelitian
lanjutan tentang ragam dialek dalam bahasa Aceh. Semoga tulisan ini bermanfaat
untuk pembaca.
·
Peue haba? = Apa kabar?
·
Haba gèt = Kabar baik.
·
Lôn piké geutanyoë han meureumpök lé =
Saya kira kita takkan bersua lagi.
·
Lôn jép ië u muda = Saya minum air
kelapa muda.
·
Agam ngön inöng = pria dan wanita
·
Lôn = saya
·
Kah, droë , Gata = kamu, anda
·
H'an = tidak
·
Na = ada
·
Pajôh = makan
·
Jih, dijih, gobnyan = dia, beliau
·
Ceudah that gobnyan. = Tampan sekali
dia.
·
Lôn meu'en bhan bak blang thô. = Saya
bermain bola di sawah kering.
Secara umum ada empat fungsi bahasa untuk
penuturnya. Pertama, untuk keperluan praktis yaitu bahasa Gayo digunakan
sebagai alat berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Contoh:
Ama : Kuhi male kam?
Ine : Male beluh munango aih.
Ama : Enti lanih, aku peh
male beluh entong koro.
Ine : Bohmi
Terjemahannya:
Ayah : Mau kemana?
Ibu : Mau pergi mengambil
air.
Ayah : Jangan terlalu lama,
saya pun mau pergi mencari kerbau.
Ibu : Ya.