BUDAYA, KREATIVITAS DAN INOVASI
1. PENGERTIAN
DAN FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
BUDAYA ORGANISASI
Budaya merupakan sejumlah pemahaman penting seperti
norma, nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota
organisasi. Budaya sebagai suatu pola asumsi dasar yang dimiliki bersama yang
didapat oleh kelompok ketika memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan
integrasi internal yang telah berhasil dengan cukup baik untuk dianggap sah dan
oleh karena itu, diharapkan untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara
yang tepat untuk menerima, berpikir, dan merasa berhubungan dengan masalah tersebut.
Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang
dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan
organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana
budaya itu mempengaruhi organisasi dan
bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi. Berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a.
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391),
budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan
oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu
sendiri.
b.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar
(2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan
bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada
pada bagian-bagian organisasi.
c.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang
diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan
anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk
anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan
merasakan masalah yang dihadapi.
e.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan
sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara
para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya
organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang
dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan
berperilaku dari para anggota organisasi.
f.
Schein (1992) memandang budaya organisasi sebagai suatu pola
asumsi-asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi
sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi.
Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya
organisasi, yaitu :
1.
Artifak (Artifacts)
Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak
dipermukaan. Termasuk dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar
dan dirasakan Ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang
masin asing baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak
(visible products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa,
teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi,
mitos dan cerita tentang organisasi, nilai-nilai organisasi yang
dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan.
2.
Nilai-nilai yang diyakini (expoused values)
Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang
umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang
menjadi pegangan dalam menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang
kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan
didukung oleh perangkat keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional
mengenai perilaku dalam organisasi Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran
dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai
norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi
tertentu dan melatih anggota Baru.
3.
Asumsi-asumsi dasar (basic assumptions)
Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada
sebelumnya (taken for granted) dan menjadi panduan perilaku bagi anggota
organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang
teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada
kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak
dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI :
Menurut
Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dan yang lain.
a. Budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
b.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
c. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
d. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan
fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala
sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
b. Sebagai pengikat suatu masyarakat
c. Sebagai sumber
d. Sebagai kekuatan penggerak
e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
f. Sebagai pola perilaku
g. Sebagai warisan
h. Sebagai pengganti formalisasi
i. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
j. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen
dengan negara sehingga terbentuk nation – state
2. TIPOLOGI BUDAYA ORGANISASI
Pengertian Tipologi merupakan suatu pengelompokan
bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan
Blake,1981:1-3).
Tipologi budaya organisasi bertujuan untuk
menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di realitas, Tipologi
budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi misalnya dengan
membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan
dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi.
Jenis kekuasaan dan keterlibatan individu dalam
organisasi dibagi menjadi :
1. Koersif
2. Remuneratif
3. Normatif
Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari
tipologi organisasi. Amitai Etzioni membagi tipe organisasi dengan membuat
tabulasi silang antara jenis kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di
dalam organisasi. Jenis kekuasaan ia bagi menjadi Koersif, Remuneratif, dan
Normatif sementara jenis keterlibatan ia bagi menjadi Alienatif, Kalkulatif,
dan Moral.[28] Tabel dari tabulasi silang tersebut sebagai berikut:
Tabel 5 Jenis Kekuasaan dan Keterlibatan Individu
versi Etzioni
JENIS
KEKUASAAN
|
JENIS
KETERLIBATAN
|
||
Alienatif
|
Kalkulatif
|
Moral
|
|
Koersif
|
1
|
2
|
3
|
Remuneratif
|
4
|
5
|
6
|
Normatif
|
7
|
8
|
9
|
A. Organisasi Koersif; adalah organisasi di mana
para anggota organisasi harus mematuhi apapun peraturan yang diberlakukan.
B. Organisasi Utilitarian; adalah organisasi di mana
para anggota diperlakukan secara adil dalam pekerjaan dan hasil sesuai dengan
standart atau ketentuan yang yang disepakati bersama oleh anggota organisasi
C. Organisasi Normatif; adalah organisasi di mana
para anggota organisasinya memberikan kontribusi tinggi pada komitmen karena
menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri.
Ada beberapa tipologi budaya organisasi. Kotter dan
Heskett (1998) mengkategorisasi jenis budaya organisasi menjadi tiga yaitu
budaya kuat dan budaya lemah; budaya yang memiliki kecocokan strategik; dan
budaya adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat dilihat oleh
orang luar sebagai memilih suatu gaya tertentu. Dalam budaya organisasi yang
kuat ini nilai-nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam semacam
pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer untuk mengikutinya.
Karena akar-akarnya sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat cenderung
tidak banyak berubah walaupun ada pergantian pimpinan.
Tipologi lainnya diajukan oleh Rob Goffee and Gareth
Jones yang membagi tipologi budaya organisasi ke dalam 4 kuadran yaitu : (1)
Networked, (2) Fragmented, (3) Mercenary, dan (4) Komunal.[30] Rincian kuadran
tipologi Budaya Organisasi Goffee and Jones sebagai berikut:

Gambar 8. Kuadran Tipologi Budaya Organisasi versi
Goffee and Jones
Tipologi Goffee and Jones didasarkan pada 2 konsep
yaitu : Solidaritas dan Sosiabilitas. Solidaritas adalah kecenderungan untuk
saling dukung sementara Sosiabilitas adalah kecenderungan untuk berhubungan
satu dengan lainnya. Dalam kajiannya, tipologi Goffee and Jones diukur lewat
kuesioner yang terdiri atas 23 pertanyaan.
Fragmented adalah tipe budaya organisasi yang rendah
baik dimensi Sosiabilitas maupun Solidaritasnya. Mercenary adalah tipe budaya
organisasi dengan Solidaritas tinggi, sementara Sosiabilitas rendah. Komunal
adalah tipe budaya organisasi dengan Sosiabilitas tinggi, sementara Solidaritas
rendah. Akhirnya, Networked adalah tipe budaya organisasi dengan Sosiabilitas
dan Solidaritas tinggi.
Tipologi Goffee and Jones cukup bermanfaat dalam mendiagnosis
sejumlah elemen dalam suatu budaya organisasi kendati kekurangan dua dimensi
pokok dalam budaya organisasi: (1) hubungan antara organisasi dengan lingkungan
eksternal dan (2) batasan fungsi manajemen.
Tipologi budaya organisasi lainnya dibuat oleh dua
peneliti Kim S. Cameron and Robert E. Quinn. Keduanya membagi tipologi
organisasi ke dalam 4 kuadran yaitu : (1) Klan; (2) Hirarki; (3) Adokrasi; dan
(4) Market-Oriented.[31] Kuadran dari tipologi Cameron and Quinn sebagai
berikut:

Gambar 9. Kuadran Tipologi Budaya Organisasi versi
Cameron and Quinn
Cameron and Quinn berbeda dengan Goffee and Jones
karena menyertakan kalkulasi masalah eksternal organisasi. Tipologi ini
dibangun lewat kerangka nilai-nilai yang berkembang di dalam budaya suatu
organisasi dan sebab itu disebut pula sebagai “Competing Value Model.” Cameron
and Jones telah mengembangkan alat ukur khusus untuk mengukur tipologi di atas
dan terkenal dengan sebutan OCAI (Organizational Culture Assessment
Instrument).
3. KREATIFITAS INDIVIDU DAN TEAM PROSES INOVASI
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda.
Kreativitas merupakan pikiran untuk
menciptakan sesuatu yang baru,
sedangkan inovasi adalah melakukan
sesuatu yang baru. Hubungan
keduanya jelas. Inovasi merupakan
aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan
kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi
adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan
yang meliputi strategi, taktik, dan eksekusi. Dalam pitching
konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara
konseptual apa yang disodorkan agency
bagus, tetapi strategi itu tak berdampak
pada perusahaan karena
mandek di tingkat eksekusi.
Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi eksekusinya
harus melibatkan banyak orang, mulai dari
atasan hingga bawahan. Di sinilah
mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu
berinovasi secara konsisten tanpa
dukungan karyawan yang bisa
memenuhi tuntutan persaingan.
Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan
karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya
pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan
tumbuh baik pada perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan, dan mendorong
ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan
komunikasi, perusahaan terus berusaha
untuk mendemokratisasikan inovasi.
Sumber :
Sutrisno Edy, (2010), Budaya Organisasi, Kencana
Prenada Media Group Jakarta.
Mangkunegara, Anwar, Prabu, (2008), Perilaku dan
Budaya Organisasi, Refika Aditama Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar